Sepak bola bukan sekadar olahraga, tapi juga passion yang menyatukan jutaan orang di seluruh dunia. Dari gemuruh stadion hingga obrolan seru di warung kopi, selalu ada cerita menarik di balik setiap pertandingan. Di sini, kami hadir untuk menyajikan berita terkini, analisis tajam, dan fakta unik seputar dunia sepak bola dengan gaya yang santai dan mudah dicerna.
Apakah kamu penggemar berat yang selalu update skor terbaru, atau sekadar penikmat gol-gol indah di highlight pertandingan? Tenang, di sini kamu bakal menemukan semua yang kamu butuhkan! Dari liga top Eropa hingga kisah inspiratif di lapangan hijau, kami siap menemani harimu dengan informasi sepak bola yang seru dan tentunya human friendly.

eyesoccer.id – Sudah delapan putaran Bundesliga berlalu sejak terakhir kali Borussia Dortmund berada di paruh atas klasemen. Sebuah kenyataan yang mengejutkan jika melihat sumber daya yang mereka miliki.
Seharusnya, Schwarz-Gelben selalu berada di empat besar sebagai standar minimal. Namun, sekali lagi, para penggemar harus menghadapi musim yang membingungkan.
Musim ini sebenarnya diawali dengan optimisme setelah Dortmund secara mengejutkan mencapai final Liga Champions musim lalu dan mendatangkan sejumlah pemain yang tampak menjanjikan.
Mereka merekrut Waldemar Anton dan Serhou Guirassy dari VfB Stuttgart yang finis sebagai runner-up Bundesliga musim lalu, serta menambah kecepatan dengan mendatangkan Maxi Beier dari TSG Hoffenheim. Dengan tambahan ini, tampaknya BVB—yang finis di peringkat kelima Bundesliga—bersiap kembali ke peta persaingan.
Memang, dua ikon klub, Marco Reus dan Mats Hummels, telah meninggalkan tim. Namun, ini tampak seperti awal era baru dengan pelatih yang memahami kultur Dortmund.
Dortmund dan “Stallgeruch” yang Kini Memudar
Di Dortmund, ada istilah “Stallgeruch”, yang secara harfiah berarti “aroma kandang”, sebuah metafora untuk seseorang yang benar-benar memahami klub.
Filosofi ini diharapkan membawa keberuntungan setelah mantan pemain Dortmund, Nuri Şahin, mengambil alih kursi kepelatihan. Apalagi, ia sudah menghabiskan paruh kedua musim lalu sebagai asisten Edin Terzić, memberikan keuntungan dalam memahami tim.
Dari sisi manajemen, Lars Ricken, pahlawan final Liga Champions 1997, naik menjadi CEO olahraga, sementara Sebastian Kehl tetap sebagai direktur olahraga. Sven Mislintat, pencari bakat kontroversial namun brilian, juga kembali bergabung.
Namun, kenyataan berkata lain. Hinrunde (paruh pertama musim) justru menegaskan ketidakkonsistenan Dortmund: tangguh di kandang, tetapi rapuh saat tandang.
Jika di Liga Champions mereka tampil lebih baik, kisah di kompetisi domestik berbeda. Dortmund tersingkir lebih awal di DFB-Pokal pada Oktober setelah kalah di Wolfsburg, di tengah badai cedera yang membuat laga itu hampir mustahil dimenangkan.
Rentetan Kekalahan yang Mengakhiri Era Nuri Şahin
Tahun baru menjadi pukulan telak bagi Şahin. Kekalahan melawan Bayer Leverkusen dan Eintracht Frankfurt masih bisa dimaklumi, tetapi kekalahan melawan Holstein Kiel di DFB-Pokal adalah bencana yang menunjukkan kelemahan Dortmund secara nyata.
Setelah kekalahan keempat berturut-turut di Liga Champions melawan Bologna, nasib Şahin benar-benar tamat. Mislintat juga menyusul keluar dari klub tak lama kemudian.
Pilihan Dortmund untuk menunjuk Niko Kovač sebagai pengganti Şahin cukup masuk akal. Ia adalah sosok pelatih tegas dan tidak memiliki hubungan emosional dengan Dortmund, sehingga bisa menilai situasi secara objektif.
Namun, ada satu masalah besar: Kovač terkenal sebagai pelatih yang butuh pramusim untuk meningkatkan kebugaran pemain. Maka, tidak heran jika ia langsung mengadakan Laktattest (tes darah untuk mengukur intensitas latihan) pekan lalu.
Tantangan pertama Kovač? Laga Liga Champions melawan Lille. Dortmund tampak menjanjikan di babak pertama, tetapi mulai kehilangan tenaga di babak kedua. Hasil imbang 1-1 di kandang membuat peluang mereka untuk lolos ke perempat final masih sangat rapuh.
Tiga Laga Penentu Musim Dortmund
Pekan ini akan menjadi momen krusial bagi Dortmund. Augsburg, Lille, dan RB Leipzig—tiga pertandingan yang akan menentukan nasib mereka musim ini.
Augsburg (Bundesliga) – Biasanya Dortmund bisa mengatasi lawan seperti ini, tetapi Augsburg punya rekor tandang terbaik di 2025, tak terkalahkan dengan hanya kebobolan satu gol. Laga ini bisa jadi lebih sulit dari perkiraan.
Lille (Liga Champions) – Dortmund harus meraih hasil maksimal di tandang, dan performa mereka saat ini membuat laga ini sangat berisiko.
RB Leipzig (Bundesliga) – Pertandingan hidup-mati untuk zona Liga Champions. Leipzig sendiri tampil inkonsisten musim ini, hanya unggul tiga poin dari Dortmund, dan berada enam poin dari Mainz yang saat ini menempati posisi keempat.
Meski Dortmund dipastikan akan mendapatkan suntikan dana dari Piala Dunia Antarklub FIFA musim panas ini, gagal lolos ke Liga Champions tetap akan menjadi kegagalan besar bagi klub.
Seberapa Jauh Dortmund Tertinggal dari Bayern dan Leverkusen?
Cara paling sederhana untuk menilai krisis Dortmund adalah membandingkan pemain mereka dengan rival utama.
Gregor Kobel sempat masuk dalam perbincangan sebagai kiper kelas dunia, tetapi performanya menurun.
Jamie Bynoe-Gittens awal musim ini tampak menjanjikan, tetapi kini terjebak dalam Formtief (penurunan performa).
Julian Brandt, sebagai wakil kapten, masih jauh dari level Jamal Musiala atau Florian Wirtz.
Gio Reyna juga belum mampu memberikan dampak lebih baik dari Brandt.
Dulu, Dortmund adalah klub tujuan utama talenta muda yang ingin bersinar sebelum melangkah ke klub elite, seperti Erling Haaland dan Jude Bellingham. Kini, posisi itu justru mulai diambil alih oleh Eintracht Frankfurt.
Jadi, siapakah Dortmund saat ini? Klub ini masih akan terus menjadi magnet bagi pemain muda, tetapi apakah mereka masih klub yang tepat untuk berkembang? Tiga laga ke depan bisa memberikan jawaban.